Retensi Plasenta - Globumil

dr. Deka, Sp.OG, M.Kes || 2024-03-05

Retensi plasenta merupakan kondisi dimana plasenta atau ari ari tidak keluar dengan sendirinya atau tertahan didalam rahim setelah melahirkan. Kondisi ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan infeksi bahkan dapat membahayakan nyawa bunda.

Ari ari atau plasenta merupakan organ yang terbentuk di dalam rahim saat dimulai nya masa kehamilan. Plasenta menjadi organ yang berfungsi sebagai penyalur nutrisi dan juga oksigen untuk janin, dan sebagai saluran untuk membuang limbah sisa metabolisme dari darah janin yang ada di dalam kandungan.

Plasenta normalnya akan keluar dari dengan sendirinya dalam beberapa menit setelah bayi dilahirkan. Akan tetapi, pada bunda yang menderita retensi plasenta, plasenta tidak akan keluar dari dalam lahir hingga lewat dari 30 menit setelah melahirkan.

Penyebab Retensi Plasenta

Jika berdasarkan dari penyebabnya, retensi plasenta dibagi menjadi tiga jenis, yakni:

1. Plasenta Akreta

Plasenta merupakan kondisi dimana plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim yang mengakibatkan kontraski rahim saja tidak bisa mengeluarkan plasenta tersebut. Umumnya, kondisi ini disebabkan karena adanya kelainan pada lapisan rahim akibat menjalani operasi caesar ataupun operasi pada rahim pada kehamilan sebelumnya.

2. Placenta Adherens

Placenta adherens merupakan jenis retensi plasenta yang terjadi saat kontraksi rahim tidak cukup kuat guna mengeluarkan plasenta dari dalam rahim. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelelahan pada bunda pasca persalinan ataupun dikarenakan atonia uteri. Placenta adherens menjadi jenis retensi plasenta yang paling umum terjadi.

3. Trapped Placenta

Trapped placenta merupakan kondisi dimana saat plasenta sudah terlepas dari dinding rahim, akan tetapi belum keluar dari dalam rahim. Kondisi ini bisa terjadi karena menutupnya serviks atau leher rahim sebelum plasenta keluar.

Faktor Risiko Terjadinya Retensi Plasenta

Bunda akan lebih berisiko untuk mengalami retensi plasenta apabila bunda mempunyai beberapa faktor berikut ini:

• Hamil di atas usia 30 tahun
• Kelahiran prematur atau melahirkan sebelum usia kehamilan memasuki 34 minggu
• Proses melahirkan yang terlalu banyak memakan waktu
• Melahirkan janin yang sudah mati di dalam kandungan

Tanda dan Gejala Retensi Plasenta

Retensi plasenta mempunyai tanda utama yakni tertahannya sebagian ataupun seluruh bagian plasenta di dalam tubuh bunda lebih dari 30 menit setelah bayi dilahirkan. Keluhan lainnya yang bisa dialami bunda, yaitu:

• Alami demam
• Tubuh menggigil
• Alami nyeri yang berlangsung lama
• Alami perdarahan hebat
• Vagina yang mengeluarkan cairan dan jaringan yang berbau tidak sedap

Komplikasi Retensi Plasenta

Terjadinya retensi plasenta bisa menyebabkan pembuluh darah yang melekat pada ari aria tau plasenta akan terus terbuka dan mengeluarkan darah. Kondisi inilah yang mengakibatkan perdarahan pasca persalinan yang bisa mengancam nyawa bunda. Komplikasi lainnya yang bisa terjadi, yaitu:

• Endometritis atau terjadinya infeksi rahim
• Subinvolusi uteri atau kondisi dimana rahim yang tidak kembali ke ukuran normal setelah melahirkan
• Polip plasenta atau tumbuhnya jaringan yang tidak normal pada plasenta

Cara Pencegahan Retensi Plasenta

Guna mencegah retensi plasenta, biasanya dokter akan melakukan langkah antisipasi selama proses persalinan berjalan, seperti:

• Memberi obat obatan, seperti oksitosin, segera setelah bayi dilahirkan guna merangsang kontraksi rahim agar seluruh plasenta yang ada di dalam rahim bisa keluar
• Menjalani prosedur CCT atau controlled cord traction yakni dengan cara menjepit serta menarik tali pusat bayi sembari melakukan pijatan ringan pada perut bunda guna merangsang kontraksi rahim

Nah, jadi itu dia ya bunda informasi mengenai retensi plasenta. Selain melakukan pencegahan dengan cara seperti di atas, bunda juga disarankan untuk menjalani pemeriksaan kehamil dengan cara rutin melakukan USG. Dengan melewati pemeriksaan ini, dokter akan bisa mengetahui sedari awal apabila bunda mempunyai faktor risiko yang bisa memicu terjadinya retensi plasenta. Dengan demikian, retensi plasenta pun bisa diantisipasi dengan adanya persiapan yang matang untuk proses persalinan.